“Ahh, nggak mau tau. Zaman
sekarang 20 ribu itu nggak bisa beli apa-apa mah,”
“Tapi mamah cuman punya uang
segini, sekarang kita udah nggak kayak dulu lagi Rona”
“Ya, tapi masa aku sekolah bawa
20 ribu. Bisa di pake apa uang segitu, beli Lem Rajawali aja cuman dapet 2
kaleng kecil”
“Sementara di pake secukupnya
dulu, rumah, kendaraan, pom bensin, bahkan panti pijet punya kita, sekarang
udah di sita Bank. Apartemen ini juga cuman tinggal 1 minggu lagi bisa kita
tempatin, setelah itu kita harus pindah dan cari kontrakan. kamu harus ngerti. Oh,
iya lemnya beli 1 kaleng aja, sisanya di beliin antimo sama kuku bima aja”
Pagi
itu, di sebuah apartemen, Rona dan mamahnya harus bertengkar kecil karena
masalah uang saku. Rona yang biasanya membawa segepok uang seratus ribuan di
dompetnya. Sekarang, mau tidak mau harus membawa 2 lembar uang pecahan sepuluh
ribuan.
Alasanya
tidak lain dan tidak bukan adalah kebangkrutan yang menimpah mamahnya. Semua aset
berharga mereka ludes, utang di bank menumpuk dan menggunung, sama tingginya
dengan tumpukan pakaian kotor di tempat laundry……..Laundrya Kandau. ITU LIDYA
KANDAU, BANGSAT.
Suasana
pagi itu sangat tidak baik, terutama untuk perasaan Rona, ia pergi kesekolah
dengan angkot. Di angkot dia hanya diam, tidak kayang ataupun salto belakang *ya ngapain juga di angkot kayang kampret*.
Pandangan
mata Rona menyusuri tiap sudut angkot yang ia tumpangi. Ada beberapa penumpang
lain saat itu. Ada seorang ibu bertubuh bongsor membawa keranjang, sepertinya
beliau baru saja pulang dari pertunjukan sulap, oh maaf, pasar maksudnya.
Tepat
didepan ibu-ibu itu duduk. Ada seorang anak SMP lain yang sedang asyik dengan
gadgetnya. Jilbab putih yang dikenakan anak itu menjadi pusat perhatian Rona.
Semkain lama memperhatikan anak tersebut Rona seperti
menyadari sesuatu. Dia begitu ceria pagi ini. Saking cerianya, anak itu lupa
bahwa dia memakai jilbab terbalik. Ini mau sekolah atau main anggar. Rona
bingung. Rona pun pindah agama *Lah, apa
hubungannya*
Kaki
Rona menapak di sebuah jalan beraspal. Jalanan yang setiap pagi ia lewati
dengan mobil mewah dan kawalan dari supir tampan bayaran mamahnya. Tapi, hari
ini. Di pagi yang hangat ini. Rona harus rela berhenti jauh, bahkan jauh sekali
dari lokasi gerbang sekolahnya. Sekolah Rona di Jakarta Timur, Rona berhenti di
Jawa Timur. Ia, Rona jalan kaki dari Jawa Timur ke Jakarta Timur, betis Rona
meledak. TAMAT. Ohh, tidak-tidak.
Ending biadab macam apa ini.
Lanjut…..
Hal
ini ia lakukan untuk menghindari ejekan dari teman-temanya. Rona tidak bisa
membayangkan apa jadinya jika teman-temannya tahu kalau pagi ini dia berangkat
kesekolah dengan angkot. Lebih parah lagi jika temannya tahu bahwa Rona satu
angkot dengan anak SMP yang nyambi jadi pemain anggar. Sungguh, Rona tidak bisa
membayangkan hal itu terjadi.
Sampai
di sekolahnya Rona hanya memasang tampang masam. Dia melangkahkan kakinya
perlahan menuju lift, untuk mencapai kelasnya yang berada di lantai tiga. Rona
memang biasa menggunakan lift, maklum saja, sekolah yang ditempatinya ini
adalah sekolah elit, hanya anak-anak dari kalangan menengah atas saja yang sanggup
menyekolahkan anaknya disini, nama sekolah Rona adalah SMP ANAK HORANG KAYAH,
gimana, namanya menyebalkan sekali bukan.
Pagi
itu, di dalam lift, Rona bersama banyak siswa lain yang memiliki tujuan
berbeda-beda. Ada yang pergi ke lantai 2 khusus anak kelas 2. Ada yang hendak
menuju lantai 3 untuk kelas 3. Ada pula yang menuju ke barat untuk mencari
kitab. Oh, ternyata dia bukan siswa smp sini, dia sun go kong.
Di
lift yang sesak dan penuh itu, Rona kembali melemparkan pandangannya keseluruh
penjuru lift. Kali ini dia tidak mendapati seorang ibu-ibu yang baru pulang
dari acara sulap atau anak smp yang menyambi sebagai pemain anggar. Rona pun menghela
nafas, karena merasa, akhirnya ia berada di sebuah tempat yang normal.
Di
sana, di pojok lift dekat papan tobol lift berada, ia menemukan sosok Regza,
teman cowo seangkatannya tapi beda jenis klamin *YAIYALAHH*.
“hey, za” sapa Rona Normal
“ehh iya ron, ronaldo…..” Regza menjawab abnormal
“ih, kor Ronaldo sih, aku Rona, Ronaldo
wati” eaaakkkkk
PERCAKAPAN
APA INI,HENTIKANNNN.
Oke,
serius.
“hey, za” Rona menyapa sambil senyum lima jari
“eh, iya, hay juga ron” Regza menyapa balik, dan senyuman Regza, hampir
saja membuat Rona berubah menjadi super saiya 3.
Regza
adalah cowo populer di sekolah, dia mantan anggota osis dan juga mantan cewe,
ehhhh maaf, maksudnya mantan banyak cewe-cewe hits di sekolah ini. Tampan, kaya, jago olahraga, bisa bernafas
pakai kulit kepala, bayangkan, wanita mana yang tidak jatuh hati dengan Regza.
Rona
pun termasuk dari daftar wanita yang punya perasaan lebih dengan Regza, mereka
sudah satu sekolah sejak SD. Jadi, persahabatan mereka sudah tidak diragukan
lagi. Regza sering cerita tentang cewe-cewe yang hendak dia dekati, Rona pun
sebaliknya. Kedekatan yang terlalu-lalu inilah yang menjadi dinding pemisah
antara Rona dan Regza. Rona mengangap Regza adalah cowo impiannya, sayangnya Regza
tidak demikian. Ibarat lift. Regza adalah sisi pintu yang kanan, dan Rona
adalah sisi pintu yang kiri. Kapan pun jika ada yang menutup lift, pintu akan
tertutup dan mereka akan bersatu. Tapi, kita semua tahu, pintu lift tidak
selamanya selalu tertutup. Kecuali lift lagi macet.
FILOSOFINYA
GAK NYAMBUNG NYET. BODO AMAT.
***
Lift
hampir saja sampai di lantai 3. Dan saat itu jumlah manusia yang mengisi lift
ini sudah berkurang banyak sekali. Sekarang lift hanya menyisakan Rona, Regza
dan dua orang lain yang tidak mereka kenal.
Satu
orang adalah seorang siswa yang sepertinya anak baru. Dan satu lagi adalah
seorang office boy. Tapi bukan boy si anak jalanan.
Rona
dan Regza sedikit bingung. Kenapa office boy menggunakan lift. Biasanya mereka
naik menggunakan jet pack. Oh, salah, maksudnya tangga.
Perasaan
Rona mulai tidak tenang. Yang semakin membuat dia takut adalah posisi mereka di
dalam lift. Rona dan Regza berdiri tepat di depan pintu, sementara si anak baru
dan siluman Ofice boy berada tepat di
belakang mereka.
Sesaat
sebelum lift sampai ke lantai 3. Lampu di dalam lift tiba-tiba padam. Rona
teriak histeris, dicarinya keberadaan Regza, tapi ia tidak menemukannya. Nginggggggggggg, terngiang suara
desingan yang cukup keras di sepasang telinga Rona. Pandangannya membuyar
sekaligus menggelap, kepalanya terasa berat dan kakinya melemas hebat.
Tiba-tiba suasana didalam lift menjadi sunyi dan senyap. Terikan Rona pun tidak
terdengar lagi.
***
Rona
pulang dari sekolahnya seperti biasa, senyumnya terlihat tulus dan tanpa
masalah. Ia berjalan dengan riang gembira sampai akhirnya tiba di lobby
apartemennya.
Rona
bergegas menuju lift yang biasa ia naiki sehari-hari. Tidak seperti biasanya,
di jam pulang sekolah dan makan siang seperti ini, di depan lift terlihat tidak
ada seorang pun yang mengantri, padahal biasanya antrian untuk naik lift ini
sudah seperti antrian menuju kasir di super market waktu tanggal muda.
Panjannnnng banget.
Karena
terlalu bersemangat saat berjalan, handphone yang Rona taruh di saku bajunya,
terlempar santun ke udara dan jatuh kebawah *prakkk*.
Kontan saja Rona langsung menghentikan langkahnya dan mengais handphonnya yang
baru saja jatuh.
Saat
ia mengecek keadaan handphonenya, ternyata baik-baik saja, tidak ada yang
retak, patah atau lecet. Karena sudah kadung memegang hp, Rona pun membuka tombol
kunci di handphone itu.
Muncul
notifikasi 3 panggilan tak terjawab dari ‘mamah’.
Rona
bingung, tumben sekali mamahnya menelfon, padahal biasanya mereka cukup
menggunakan aplikasi chat untuk sekedar bertanya kabar atau saling memberi
informasi.
Rona
pun kembali berdiri tegak dan siap berjalan menuju lift. Tanpa ia duga,
tiba-tiba saja, sesosok wanita yang ia sangat familiyar dengan bentuk tubuh dan
uraian rambutnya, berdiri tepat didepan lift.
Rona
bingung, sejak kapan mamahnya ada disana. Ia pun tidak mau berfikir terlalu
keras toh buat apa juga, tidak ada gunanya.
Dengan
langkah cepat dan wajah masam, karena handphonenya baru saja terjatuh, Rona pun
mendatangi mamahnya, sambil berkata,
“loh, mamah sejak kapan ada
disini, perasaan tadi nggak ada orang loh disini”
Mamahnya
Rona tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya tersenyum sambil mengelus
rambutnya Rona. Dan secara bersamaan, pintu lift pun tiba-tiba terbuka.
Sambil
masih memberikan senyum, mamahnya Rona pun berkata,
“yuk, masuk”
Dengan
perasaan yang biasa, Rona pun menuruti perintah mamahnya. Kamar mereka ada di
lantai 31. Tapi, saat menekan angka di tombol lift. Rona melihat bahwa mamahnya
bukan menekan angka 31, melainkan angka 13.
Rona
hanya diam dan menarik kesimpulan sendiri,
“mungkin mamah hendak mampir ke
kamar temannya atau mengurus sesuatu di lantai tersebut”
Lift
pun berjalan dengan normal dan tanpa hambatan. Hanya mereka berdua yang mengisi
kotak besi tersebut. Suasan sangat senyap. Rona sibuk dengan Handphonenya dan
mamahnya hanya diam mematung sambil memandang kearah pintu lift.
Lift
berjalan normal hingal lantai 10, tetapi saat berada dilantai 11, jalannya lift
tidak semulus tadi, terasa tersendat-sendat dan bergetar berlebihan. Hingga di
lantai 12 lift masih menandakan ketidaknormalan, bahkan sekarang di tambah
dengan lampu yang mati, kemudian hidup lagi, kemudian mati lagi, begitu terus
berulang hingga 3 kali.
Di
moment ini, Rona langsung berdiri berdempetan dengan mamahnya dan mengengam
tangan mamahnya.
Puncak
dari segala keanehan ini pun terjadi begitu lift sampai di lantai 13. Lampu
lift sekarang benar-benar padam dan mesin lift tiba-tiba ikut berhenti. Rona
kaget dan teriak-teriak histeris.
Karena
terlalu heboh teriak, Rona sampai lupa bahwa gengaman tangan antara dia dan
mamahnya secara tidak sadar sudah terlepas.
Sambil
teriak “mamah, kamu dimana, mamah, aku
takut” Rona terus meraba-raba seluruh isi lift, tetapi ia tidak menemukan
sosok mamahnya dimana-mana.
Rona
pun terdiam dan mencoba mengatur nafasnya. Keringatnya mulai mengucur deras.
Nafasnya semakin terengah-engah dan suhu bandanya mendadak dingin seperti es.
Sambil
terus meraba-raba seisi lift. Rona sekali lagi mencari keberadaan mamahnya.
Rona : mahh, mamah dimana. Aku
takut, lift ini gelap sekali.
Mamah : memang kamu yakin aku ini
mamah mu?
***
Mata
Rona terbuka dengan perlahan, pandangannya masih kabur, telinganya masih
berdenging tetapi tidak sekeras tadi, tubuhnya pun terasa lemas sekali. Ia
tidak mengerti apa yang baru saja terjadi dengannya.
“lo nggak papa”
“gue dimana, lo siapa”
“gue anak baru di sekolah lo,
tadi kita satu lift”
“ohh, kok gue bisa ada di sini, Regza
mana ?
“Mending lo istirahat dulu, ntar
kalo udah agak baikan gue ceritain detailnya. Lo udah pingsan 3 hari, lo pasti
lemes banget, saran gue mending lo makan yang banyak dulu. Gue mau balik dulu, ntar gue datang lagi,
baek-baek lo, bhayy”
Si
anak baru itu pun melongos begitu saja keluar dari ruangan tempat Rona berada.
Setelah memperhatikan sekelilingnya, Rona baru sadar bahwa ini adalah rumah sakit.
Kepala Rona tiba-tiba terasa sakit saat ia hendak mengingat kejadian apa yang
baru saja menimpanya hingga ia bisa terbaring lemas di ruangan yang menyebalkan
ini.
Karena
tidak bisa melakukan banyak hal, akhirnya Rona pun istirahat sesuai anjuran
yang diberikan oleh si anak baru tadi.
Setelah
merasa cukup segar dan tubuhnya tidak selemas tadi, disaat yang bersamaan, si
anak baru datang dan sekarang ia tidak mengenakan seragam sekolah lagi.
“gimana lo, udah baikan ?
“lumayan, lo tadi siapa, gue
lupa?
“gue Raka, anak baru, pindahan
dari Bandung”
Setelah
perkenalan dan basa-basi nggak penting, Rona pun bertanya kenapa dia bisa ada
disini, dan pertanyaan yang sempat ia lontarkan tadi, tetapi belum di jawab
oleh Raka. Regza dimana ?
“tadi, waktu kita di lift, lo
sama Regza dipukul sama office boy gadungan itu, dia ternyata pasien rumah
sakit jiwa, punya riwayat penyakit jiwa yang banyak, mulai dari ganguan mental,
diseleksia, skizofernia, sama lemah syahwat. Pokokya banyak deh. Nah, cuman gue
satu-satunya orang di dalam lift yang berhasil ngehindar dan melawan dia.”
“ohhh, pantesan, gue juga sempat
ngerasa aneh, soalnya nggak biasanya office boy itu naik ke lantai 2 atau 3
pakai lift, mereka biasa pakai tangga. “
“ya, gitu deh, gue anak baru,
jadi nggak begitu paham. Oh iya, cowo yang sama lo tadi ada di kamar sebelah,
dia lukanya agak parah, soalnya sempat ngelawan pas di pukul. Beda sama lo,
sekali kepret langsung mencret, jadi nggak parah-parah amat.”
“hahhh, Regza di kepret juga, ehh
maksudnya di pukul juga, tapi dia nggak papa kan, dia masih tampan, mapan,
kaya, jago olah raga dan bisa bernafas pakai kulit kepala kan?”
“hahhh, lo ngomong apaan sih? Ia,
dia nggak papa, tinggal nunggu sadar aja.”
Setelah
kembali pulih dan diperbolehkan untuk pulang, Rona diantar oleh Raka menuju
apartemennya. Raka hanya mengantar sampai lobby depan, Rona pun menuju kamar
apartemennya dengan menggunakan lift. Di dalam lift itu hanya dia seorang.
Semua berjalan normal sampai akhirnya di lantai 10 ia baru ingat bahwa kunci
apartemen ini di bawa oleh mamahnya.
Rona
pun mengambil handphone dan menyalakannya, handphone itu telah mati selama 3
hari. Saat hanphone itu nyala, banyak sekali notifikasi yang muncul. Tetapi,
dari sekian banyak notifikasi. Ada 3 buah pesan dari tantenya, yang membuat Rona
tidak tahan membendung air matanya untuk keluar sederas-derasnya. Isini begini.
“Rona, Mamah kamu kecelakaan saat
berada di lift apartemen kalian, tali pengait liftnya putus, dan saat itu
mamahmu hanya sendirian di dalam lift. Kamu kemana, kenapa Handphone mu tidak
bisa dihubungi.”
“Rona, mamah kamu harus di
operasi, benturan keras yang terjadi di kepalanya membuat dia banyak kehilangan
darah dan butuh transfuse darah”
“Rona, mamah mu udah di surga.”
Selesai
membaca pesan itu, lift tiba-tiba berhenti dan lampunya kembali berkedip-kedip,
précis seperti yang ia alami dulu. Begitu sampai di lantai 13. Lift terbuka
otomatis, dan tidak ada seorang pun yang berada di dalamya.
---TAMAT---
Sorry
kalo endingnya begini, gue sengaja nggak menjelaskan secara detail. Biarkan
imajinasi kalian yang menjawab potongan teka-teki yang belum terlengkapi ini, azeg.
Cerpen
ini adalah hasil omong kosong dari diskusi sampah antara gue, Yoga, Daus dan
Adi. Kita berempat punya project bikin cerpen bareng dengan tema ‘lift’ genrenya bebas, dan gue memilih
horror. Entahlah, ini udah termasuk horror atau nggak. Kalau mau baca 3 cerpen
busuk yang lain bisa langsung klik di bawah sini. Kalo kalian mau ikutan juga
bisa langsung bikin cerpennya dan langsung aja publish di blog masing-masing.
Udah dulu ya mau lanjut nugas Corporate
Identity nih gue, bhay.
26 KOMENTAR
GILA!! gaketebak ceritanya asli.
ReplyDeletekerenlah asli, rahang gua pegel ketawa. :'D
weheyyyy, makasih yowwwww.
Deletebaek-baek tu rahang, awas copot hahahaha
Nggak kebayang dah gimana itu si Rona kalau beneran jalan kaki dari jawa timur ke jakarta timur. hmm bisa mampus di jalan dong xD wkwk
ReplyDeletejangan di bayangkan, ngerik loh. horror ntar.
DeleteNggak nyangka kalo horror begini. Baca punya bg Daus dan bg Adi tentang cinta-cintaan, ini lu nulisnya beda sendiri. Horror.
ReplyDeleteNgakak mulu yang ada. Hahahaaa
Padahal udah terbawa suasana horror pas bacanya, lemah syahwat merubah suasana. Hahahaa
Segala bawa bawa lemah syahwat. :'D
gimana ? horor nggak ?
Deleteoffice boy yg punya penyakit langka begitu cuman ada dari perbandingan 1000 banding 1 loh. susah itu.
CERPEN MACAM APA INI? HAHAHA.
ReplyDeleteLo gak cocok San jadi narator. Cerita yang udah bagus jadi berantakan gara2 dibawain sama lo. Hahanjir. SMP ANAK HORANG KAYAH? FAK! :'D
ini baru cerpen us. hahahahahaha
Deleteiya, gue cocoknya emang menjadi power rangers pink, bukan narator, hmmmmm
Bagian paling ngehek: SMP HORANH KAYAH. INI APA COBA :))
ReplyDeleteINI CERPEN HAHAHAHAHA
DeleteGilaaa!! Komedi horor macam apa ini?!
ReplyDeleteNgakak sampe goblok gara-gara jalan kaki dari Jawa Timur sampe jakarta Timur XD
Liar banget pemikiran lu, yam..
semoga terhibur hahahahah.
Delete(((LIARRRR)))
Untung bukan ibu bapak guru bahasa indonesia yg baca, nilai 0 besar.. Hahahaha. Jangan2 kamu anak di sekolah HORANG KAYAH ya?
ReplyDeletekaga lahhh, gue mah anak menengah ke tengah hahahahaha
DeleteWew. Serem juga. Saya kira yang meninggal Rona. Ronaldowati. Menhgibur sih San. Saya mau baca cerpen yang lain juga ah.
ReplyDeletethx ris heheheheh. Ronaldowati mah emang udah mati. ehh, iya nggak sih
DeleteMemang sungguh misteri nih kuat apa tidak ya kalau saja cerita ini beneran, ahi hi hi.
ReplyDeletejangan dibuat beneran lah, ntar serem banget jadinya. huehehe
Deleteganguan mental, diseleksia, skizofernia, sama lemah syahwat what the hell? Kaya banget penyakit si office boy ini. Kenapa endingnya gitu yam? Duh narator tidak bertanggung jawab nih -__-
ReplyDeletemaafkan narator yang cupu ini, fufufufufu
Deletebruakakakak wes baikkan nih sama Daus and the gank wkwkkw
ReplyDeletehahahaha, emang nggak pernah berantem kok, kemarin hanya bergurai saja.
DeletePERCAKAPAN MACAM ITU KAMPREEETT EMANG LO WOOY!! :)))
ReplyDelete:)))
DeleteSambil baca ini cengengesan ga jelas, ini komedi horor. Komedi di awal, Horor di terakhir.
ReplyDeleteSMP Anak Horang Kayah, sekolah macam apah inih? Halah~ Banyak narasi lucu, ku suka bacanyaa :D
akhirnya ada yg bilang horor, walupun cuman di akhir hueheheh.
DeleteTerima Kasih buat kalian yang udah mau ninggalin komentar. Nggak perlu nyepam atau tebar link buat dapat feedback dari gue. Cukup rajin kasih komentar gue pasti bakal kasih feedback balik. Kalian senang gue juga Senang, double deh senangnya ^^
Yang Ngetik -@Ichsanrmdhni