Gue baru tersadar
bahwa alasan gue menulis adalah untuk mengeluh. Mengeluh tentang kenapa hidup
harus seberat ini, kenapa pacar terlalu susah untuk dimengerti, dan kenapa
jomblo semakin hari semakin menjadi-jadi.
Jika cara yang
dilakukan setiap orang untuk mengeluh berbeda-beda. Mungkin ada yang mengeluh
dengan berdemo, ada yang mengeluh dengan cara menjahit mulutnya, dan ada yang
mengeluh dengan cara menuliskan keluhannya. Ada pula yang hanya mengeluh dalam
hati, sepi dan disimpan sendiri.
Gue menulis untuk
mengeluh, menurut gue orang yang bisa mengeluh adalah orang yang tahu bahwa dia
sedang mengerjakan sesuatu. Ada sesuatu yang ditunggu dalam hidupnya.
Berbeda dengan orang
yang nggak pernah ngeluh. Mereka itu bukan kuat, tapi, merasa sok kuat aja.
Menurut gue, mengeluh
itu penting. Dia bukan sekedar penyedap dalam sebuah masakan, tapi merupakan
bahan utama.
Menjalani hidup tanpa
mengeluh adalah sesuatu yang mustahil. Kita boleh mengeluh, bahkan wajib mengeluh,
tapi setelahnya bangkitlah, keluarlah, mulailah semuanya lagi.
Semua orang pernah
mengeluh. Mengeluh prihal cuaca yang terlalu panas. Mengeluh prihal masalah
pendidikan, kesehatan, keuangan. Atau yang paling sering adalah mengeluh
tentang masa depan dan pasangan.
Sama seperti sikap
sombong. Mengeluh dan sombong itu harus dimiliki setiap orang.
Dengan sombong, kita
bisa tahu, bahwa ada sesuatu yang bisa kita banggakan. Sombong bukan membuat
kita menjadi tinggi hati. Tapi, lebih kepada menunjukan bahwa,
“kamu
itu ada”
“kamu
pernah hidup”
“kamu
pernah melakukan ini dan itu”
Seperti yang gue
lakukan sekarang. Gue menulis ini untuk dipamerkan, untuk menunjukan bahwa gue
punya karya, gue punya tulisan dan pemikiran. Bukan untuk gue simpan di draft
dan dinikmati sendiri.
Sifat sombong yang
membuat gue percaya dan mantap menekan tombol publish di blog. Sesederhana itu
pemikiran gue tentang sikap sombong. Semudah itu, sebodoamat itu, sesombong
itu.
Bayangkan jika semua
orang mematikan sifat sombongnya. Semua orang hanya menikmati karyanya sendiri
tanpa memamerkannya ke orang lain. Tanpa menunjukannya ke orang lain. Mungkin
pelukis, penulis bahkan pebisnis tidak pernah ada.
Mereka semua keluar,
pergi mencari bentuk kesombongannya sendiri-sendiri. pelukis dengan maha karya
lukisannya, penulis dengan segala tulisan dan pemikirannya. Dan pebisnis dengan
segudang proyeknya. Mereka ini adalah bukti kecil kesombongan yang kasat dari
pandangan kita.
Gue lebih suka jadi
orang sombong dari pada menjadi orang yang terlalu menutup diri, terlalu rendah
diri.
Mana yang lebih
rendah. Orang sombong atau orang yang tidak pernah diangap.
Tapi, seperti semua
hal, apapun itu harus ada batasannya. Pun dengan mengeluh dan bersikap sombong.
Ada sebuah penempatan
yang perlu kita pelajari. Kapan kita harus mengeluh, kepada siapa kita
mengeluh, dan yang paling penting yang harus kita tahu. Apa yang sedang kita
keluhkan ?
Sikap sombong juga
begitu. Di Indonesia, kamu nggak bisa hidup teralu datar, mungkin orang akan
melihat mu dengan sebelah mata saja. Tapi dengan sikap sombong dan pembuktian
yang porsinya sesuai, kamu akan sadar, bahwa sombong itu baik, sombong itu
perlu, sombong itu penting.
Dan sombong,
mengajarkan kamu bahwa menjadi rendah hati tak selamanya selalu di hargai.
Jadilah sedikit
sombong, gue yakin. Orang-orang akan lebih bisa menghargai kita yang sombong
tapi kita beneran mampu dan bisa. Dari pada terlalu sibuk merendahkan hati dan
membungkukan badan, tapi nggak bisa apa-apa.
Attitude penting,
tapi skill juga nggak boleh dikesmpingkan.
Kata orang skill bisa
dipelajari, sementara attitude adalah bawaan lahir.
Menurut gue nggak
begitu. Menurut gue semua bisa dipelajari. Semua bisa di posisikan, begitu pula
dengan sikap sombong.
Itulah yang dinamakan
filter. Kita harus bisa mengkontrol semuanya. Ada kalanya kita harus sombong
agar harga diri nggak di injak-injak orang, agar kita nggak di remehkan orang.
Ada pula saatnya kita
harus rendah hati, sedikit menundukan badan di depan orang yang mengangkat
dagunya lebih tinggi.
Semua ada porsinya,
semua ada pengaruhnya, dan semua ada manfaatnya.
Jadi, stereotip
tentang sombong adalah perbuatan tercela, gue dengan segala kerendahan hati
menolak pernyataan ini. Sombong dan rendah hati itu senjata.
Tak ada yang lebih
baik dan tak ada yang lebih buruk.
Terlebih orang tua,
selalu meminta anaknya untuk menjadi orang baik, jadi orang jujur dan jadilah
orang yang rendah hati.
Tidak pernah ada
orang tua yang menginginkan ananknya untuk sedikit pun memiliki sifat sombong.
Padahal ini adalah sifat yang naluriah. Kalo nggak di keluarkan sedikit-sedikit,
dia bisa mengungung dan meledak pada sebuah situasi yang mungkin nggak kita
inginkan.
Gue, kalo punya anak
nanti, nggak bakal nyaranin dia untuk jadi orang yang cuman baik, jujur, amanah
dan rendah hati. Dia juga harus punya sifat sombong.
Cuman semua kita
kembalikan ke subjek duniawinya, bahwa semua ada filternya, semua ada waktunya.
Dan kedewasaanlah yang akan mengajarkan kita tentang itu.
Jangan takut mengeluh
dan jangan matikan sifat sombong. Dua hal yang diangap kebanyakan orang ini
adalah hal jelek, padahal merupakan hal penting juga.
Entahlah, mungkin
sombong yang gue mengerti tidak sama dengan yang kalian ketahui selama ini.
Tapi, jika kita
ingat-ingat. Kesombonganlah yang membawa orang-orang yang pernah jatuh dan
gagal berani bangkit dan memulai kembali, berani untuk survive lagi.
Mereka ingin pamer,
ingin menunjukan bahwa jatuh bukanlah akhir dari segalanya. Mereka ingin
memberitahu kepada dunia, bahwa mereka bukan hanya pelengkap dalam kehidupan
ini, mereka ingin juga menjadi penggerak.
Motor yang berfungsi
sangat vital untuk mengerakan mesin.
Gue selalu ingat,
bahwa tuhan nggak pernah menciptakan sesuatu yang gak berguna. Sama halnya
dengan dua hal tadi. Sombong dan mengeluh adalah cara tuhan untuk memberitahu
kepada umatnya bahwa dia itu beneran ada.
Sombonglah, karena
kamu punya tuhan yang bisa di sombongkan, kemudian mengeluhlah, karena kamu
tahu kamu memiliki tuhan yang mau menampung semua keluhanmu dan menjadi tempat
kembalimu yang paling nyaman.
Selamat berpuasa ^^
16 KOMENTAR
San, lo lagi kenapa? Hahaha iya gue juga lagi belajar buat sombong. Sori ya san, otot lo kecil sih, gak kayak gue.
ReplyDeleteWahh si adi songong juga :P
DeleteAdi : gue kira lo baru aja memongkar aib sendiri di dari pada nyombong hahaha
DeleteWida : RT
Baru mampir ke sini dan saya baru menyadari
ReplyDeletearti sombong dan mengeluh yang sesunguhnya
salam kenal yaa
Salam Kenal ^^
DeleteSeharusnya mengeluh dulu baru sombong, ketika kita sedang sombong semuanya seperti keliatan datar..
ReplyDeleteitu sebabnya manusia butuh Filter, biar gak keliatan datar, hazekk
Deletegue masih belom paham sepenuhnya sih, nih.
ReplyDeleteklo mengeluh kemudian dijadikan sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik, ga msalah jg sih.
tpi klo untuk sombong kyaknya beda sih gue, san. hahaha
gue malah lebih ingin menjadi orang yg punya skill dan memang punya kualitas bagus, tapi rendah hati. biarin aja orang'' d skitar gue yg pamer dgan sgala yg dpnya. biarkan mreka yg sadar sndri, klo gue itu lebih keren dari mereka. hahaha. gitu, san.
eh, sama aja sombong ya? haha
gpp, itu sebabnya tulisan ini lahir, buat menyatukan perbedaan diantara kita. eaaak
Deletemaka dari itu di akhir postingan gue sampaikan, mungkin pemahaman dari sombong dan mengeluh yang gue maksud beda dengan orang lain, kita sama2 belajar sajalah
Setelah baca, gue juga baru sadar kalo gue ngeblog buat ngeluh intinya
ReplyDeletehahaha isinya curhat semua :D
nah, sama dah kitaaa. ayo tos pake telapak kaki dulu.
Deletebener juga yah mas, kata sombong ga selalu negatif maksudnya
ReplyDeleteia mas obat, benar
Deleteselamat berpuasa kembali :D
ReplyDeleteselamat berbuka juga mas pengobatan. MERDEKA!!!
DeleteYah sama sih:D we ngeblog buat ngeluh aja tp gatau kenapa kerasa lebih asik loh kalo ngeluh di blog:)
ReplyDeleteOhya, buku yang ayam sakit menghibur banget, suka. sampe senyum-senyum sendiri bacanya:D
Terima Kasih buat kalian yang udah mau ninggalin komentar. Nggak perlu nyepam atau tebar link buat dapat feedback dari gue. Cukup rajin kasih komentar gue pasti bakal kasih feedback balik. Kalian senang gue juga Senang, double deh senangnya ^^
Yang Ngetik -@Ichsanrmdhni